...........:Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :.....

06 Oktober 2007

Senang sekali mendongeng di SD Pelita Bangsa. Selain anak-anak yang menikmati dongeng musikalku, Orang tua murid, Pengurus Yayasan, Guru dan undangan juga ikut apresiasi terhadap penampilanku. Mereka semua berkumpul, walaupun tidak dekat dengan anak-anaknya, mereka duduk dibarisan belakang dan disamping. Menurutku itu sudah cukup. Dengan adanya orang tua menemani buah hatinya mendengarkan cerita akan dapat memicu para orang tua yang belum biasa mendongeng kepada anaknya, pulang kerumah ada sedikit bahan referensi untuk memulai mendongengkan cerita buat sang buah hati.

Alhamdulillah, karena Pak kepala Sekolah membuka pintu lebar agar aku dapat mendongeng rutin di Sekolahnya usai lebaran nanti. Karena selain masuk dalam pelajaran kesenian, bercerita juga merupakan alternatif pembelajaran nilai-nilai yang ringan dan sangat menarik. Semoga terealisasi.

Oya, Buat bu Devi dan Team acara yang sudah mengundang dan menyambut saya beserta Segenap Management Wong Awam, Terimakasih banyak ya. Sukses Selalu

04 Oktober 2007

Mulailah Mendongeng, Sekarang Juga!

Kita musti mengakui bahwa sejak jaman dahulu, dongeng sangat disukai. Baik bagi orang dewasa yang membawakan dongeng maupun bagi anak sebagai pendengar dongeng. Begitu menarikkah dongeng bagi kita? Tentu saja, karena anak dan orang tua sama-sama dapat memetik manfaat yang tak terkira ketika dongeng di bacakan. Manfaat buat orang tua adalah mendapatkan kedekatannya dengan buah hati yang pasti sangat berbeda dengan aktifitas lainnya. Boleh dicoba ketika kita merencanakan untuk pergi tamasya sekeluarga agar kita dekat dengan anak. Memang, akan terjadi kedekatan orang tua dan anak saat jalan-jalan tamasya. Namun disisi lain sebenarnya anak ketika itu akan melupakan orang tuanya, karena anak dihadapkan pada sebuah object permainan-permainan yang menggiurkan dan pemandangan yang mengasyikan. Orang tua hanya akan menjadi pengasuh dan pembimbing agar anak tidak menemui bahaya. Nah sekarang boleh dicoba dengan mendongeng. Setelah orang tua memahami isi cerita dan tokoh yang ada dalam dongeng. Anak senantiasa merasakan emosi yang sedang bergejolak pada dongeng yang di bawakan orang tua. Anak akan tertawa ketika melihat sang ayah atau ibu melucu ketika sedang beraksi pada penokohan. Kadang anak akan ikut marah, sedih atau bahkan ikut merasa kesal. Dia akan ikut merasakan emosi yang sedang dibawakan oleh orang tuanya. Disisi lain, anak akan memetik pelajaran dari nilai-nilai akhak dongeng yang didengarkan tanpa merasa digurui. Kenapa tanpa digurui? Terang saja dong. Coba saja ingat-ingat, berapa sering kita mengatakan “jangan nak...” ketika anak melakukan sesuatu yang menurut kita tidak baik. Dan coba ingat-ingat respon anak terhadap instruksi “jangan”. Anak akan merasa terbatasi ruang geraknya. Apakah anak akan melawan, atau anak akan berhenti karena takut. Dengan tutur kata melalui dongeng, secara tidak langsung anak akan tertanam nilai-nilai kebenaran. Dengan catatan muatan materi dongengnya juga harus benar. hehe...

Dongeng selain mengenalkan nilai akhak, juga mengembangkan cakrawala imajinasi dan kecerdasan emosional dan tentu saja ada hal yang penting seperti yang kita bahas diatas, bahwa akan terjalin kedekatan orang tua dan anak.

Dongeng juga dapat menjadi jurus pamungkas orang tua untuk mendiamkan anak yang sedang rewel. Hal ini sering saya lakukan pada anak-anak saya. Ketika anak saya rewel tentang permintaannya, saya langsung mengambil boneka dan mulai menyanyi dihadapannya tanpa memanggilnya. Ketika anak saya merespon, saya manfaatkan kesempatan itu untuk membuat dialog satu boneka dengan boneka yang lain. Dan ketika sanak saya sudah mulai diam, kesempatan akan saya pergunakan mengembangkan materi cerita yang mengarah kepada persoalan yang menyebabkan anak saya rewel. Berhasil? Alhamdulillah... 85% setiap saya melakukan hal itu selalu berhasil. Dan lalu saya berfikir. Kenapa saya harus mendongeng dan tidak marah saja ya? Hehe.... jawabannya sangat mudah. Anak kecil tetap bukan orang dewasa. Mangkanya kalau ada orang dewasa yang suka menyerah terhadap suatu keadaan yang menimpanya, kita katain aja “anak kecil” hehee... maaf, saya tidak mengatai anda lo. Yang pasti anak sangat peka terhadap naluri atas perasaannya pada saat itu. Tugas kita adalah menangkap gejolak perasaan yang sedang berkecamuk pada anak. Persoalan kita turutin atau tidak permintaan sang anak itu nomor dua. Yang pasti anak harus menerima informasi yang baik dan benar dengan cara yang tidak menggurui dan tidak memaksa. Untuk itu bisa menggunakan metode saya tadi, mendiamkannya dengan penokohan boneka binatang dengan muatan edukasi yang mengarahkan bahwa permintaannya tadi sangat tidak mungkin untuk kita turuti.

Pengalaman yang masih saya kenang sampai saat ini adalah, ketika anak pertama saya Naufal yang saat itu berusia 7 tahun marah besar dan menangis karena adiknya yang berusia 3 tahun menyobek buku gambarnya. Naufal berteriak-teriak sambil memukul tangan adiknya seraya berkata “Buang saja anak nakal kayak gini”. Sayapun langsung menstater motor dan menggendong naufal untuk saya ajak jalan-jalan mengendarai motor. Bersamaan naufal yang masih terus menangis tersedu diatas motor saya terus berfikir tentang cara yang baik untuk memberikan informasi pada Naufal. Ketika motor melaju perlahan melintas jalan raya, saya melihat anak seusia naufal berjalan sendiri melintasi jalan raya dengan pakaian yang kumal. Sayapun menepi dan menstandarkan motor saya. Saya Dapat Ide!! Mulailah saya beraksi. Sambil telunjuk saya arahkan kepada anak yang melintas tadi saya bertutur, “Kasihan sekali anak itu ya.... Ayah yakin, dahulunya anak itu seperti naufal yang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena mungkin ayahnya jahat, anak itu lalu ‘dibuang’ dijalan. Ehm.... lalu dia tidak lagi punya orang tua. Kau lihat, dia menjadi pengemis untuk mencari makan. Yuk kita doakan semoga anak itu bisa ketemu dengan orang tuanya...” saya terus bertutur. Dan di ending cerita, saya berucapap lagi, “Kita buang saja adik biar seperti dia yuk?” Dengan cepat naufalpun menjawab. “Jangan Ayah. Kasihan adik kalau dibuang nanti bisa jadi pengemis”. Tampak dimatanya, Naufal telah memaafkan adiknya.ALasan yang sangat sering saya jumpai ketika saya berdiskusi dengan orang tua di beberapa Taman Kanak-kanak seusai mendongeng adalah bahwa mereka (orang tua) sangat sibuk dengan pekerjaannya. Sayapun berujar, "Ehm... sehebat apakah kita mencari duit selama satu minggu full 24 jam?" Merekapun tersenyum.

Alasan lainnya, mereka belum biasa. "Ah.. kalau yang ini saya bertanya balik. "Kapan Anda akan mulai mencoba? Maka yang terjadi adalah kebiasaan akan timbul dengan sendirinya".

Selamat Mencoba

02 Oktober 2007

Dongeng di Yayasan Al-Furqon










Matahari perlahan menuju barat,
Semilir angin laut perlahan menerpa
kepolosan bocah-bocah pantai bermain bola
menunggu tenggelamnya senja.
Mereka menghambur kepelukanku,
Ketika kuberikan hadiah senyuman.
Pagi mereka sudah penat dengan bangku sekolah
Kini saatnya bermain melepas tawanya.
Kurasa hadiah senyumku belum mengobati kerinduannya
Akupun mencoba berbagi cerita bersamanya.
(Mauk, 2 Oktober 2007)


Hari ini saya menemani anak-anak di Yayasan Al-Fuqon, yang terletak di Jalan Sangrila Indah No. 5, Buaran Asem, Tanjung Anom, Kabupaten Tangerang. Mulai pukul 16.30 S/D 17.30 Wong Awam bermain edukasi yang kemudian berlanjut memberikan Dongeng. Lebih kurang 100 anak memenuhi ruangan yang terdiri murid Madrasah Ibtidaiyah dan Raudhatul Athfal (RA).

Tentu saja mereka sangat antusias dengan dongeng yang saya berikan, dan bagi saya merupakan pengalaman tersendiri bisa berbagi cerita dihadapan anak-anak pantai yang ternyata sangat pandai. Hal ini saya buktikan ketika mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan bahasa Inggris dan bahasa arab. Jawaban lantang mengalahkan suara Sound System yang ada. Luar Biasa.

Yayasan AL-FURQON yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah, SMP dan SMU, pada tahun 1998, semula hanya sebuah madrasah kecil yang dikelola secara informal ini didirikan oleh Buety Nasir. Beliau memiliki cita-cita untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi pendidikan.

Keberadaan sekolah yang didirikan Buety Nasir di Kecamatan Mauk ini diarahkan oleh Buety Nasir menjadi sebuah lembaga pendidikan yang peduli dengan kualitas SDM anak-anak kampung. Buety Nasir berharap mereka menjadi anak-anak yang unggul ilmu pengetahuan dan tinggi kualitas religiusnya.

Sosialisasi pendidikan madrasah aktif dilakukan Buety Nasir dan istrinya, Siti Romlah. Buety Nasir berkeyakinan, bahwa metode pendidikan yang cocok dengan karakter Banten adalah pendidikan yang berbasis madrasah.

Pak Buety, Semoga amal usahamu senantiasa dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat serta menjadi contoh berharga untuk kita semua. AMIN.