Ini adalah ke tiga kalinya aku diundang mendongeng di kota Bogor. Kota yang sangat dikenal sebagai kota Hujan ini, masih tersenyum menyambutku menghadiri acara Hari Anak Nasional di Plaza Balaikota Bogor. Setapak melangkahkan kaki memasuki Plaza Balaikota, mata anak-anak spontan menatapku ketika MC mengucapkan selamat datang dan menginformasikan bahwa aku akan mendongeng sebantar lagi. Terik matahari tak menggoyahkan ibu-ibu yang terus mendampingi bocoh-bocah polos sesekali tersenyum padaku. Aku mencoba menerka-nerka, dalam hati, “Apakah para ibu-ibu itu sering mendongeng buat wajah-wajah polos itu ya?”.
Aku sangat yakin, lebih dari 600 pengunjung yang didominasi para ibu-ibu, mendampingi anak-anaknya, paling-paling hanya lima persen saja yang sering mendongeng buat wajah-wajah polos itu. Atau setidaknya 10 persen yang sering membacakan buku-buku cerita. Ehmm... lalu dengan keseriusanku, Aku melakukan sampling, dengan bertanya kepada sepuluh ibu-ibu yang berdekatan denganku. Dari sepuluh ibu-ibu yang kutanya, tersipu-sipu sebelum menjawab pertanyaanku. Hasilnya, 3 orang menggelengkan kepala, tertanda tidak pernah. Lalu 6 orang lagi yang menjawab pernah membacakan buku cerita kepada anak-anaknya, tapi sudah lupa kapan mereka melakukannya. Tapi aku masih bisa tersenyum, karena satu diantara mereka menjawab dengan mantap. “Sering kak. Apalagi 2 anak saya selalu meminta saya untuk membacakan buku cerita”. Aku tersenyum, lalu aku mohon diri pura-pura pergi ke toilet.
Aku merasa belum puas atas samplingku. Aku mencoba lagi bertanya kepada beberapa ibu-ibu lagi yang kulihat sangat feminim dalam berpakaian yang sedang ramai bergunjing. Setelah aku memberikan salam, dengan PDnya aku bersalaman dengan mereka. Untung saja mereka tidak cuek bebek padaku. Salah satu dari mereka membuka obrolan. “Nanti judul dongengnya apa kak?” Setelah aku menjawab judul cerita yang akan aku dongengkan nanti, aku balik bertanya kepada mereka semua. “Kalau boleh tau, apa sih yang ibu-ibu obrolkan tadi?” Aku kaget dan harap-harap cemas. Dalam hati aku berucap, “Waduh, kenapa aku memberikan pertanyaan konyol seperti itu ya?”. Belum reda rasa deg-degan, satu diantara mereka menjawab, “ya, cerita-cerita aja sih kak. Pengalaman-pengalaman waktu muda” karena gaya menjawabnya yang dibuat-buat, spontan kamipun tertawa ramai. Lalu aku diam sejak, dan menarik nafas panjang dan menatap kearah ibu-ibu itu seraya menaikkan kedua alisku. Mungkin karena melihat gayaku, merekapun memandangku, seperti menunggu pembicaraan dariku. “Dari kejauhan, saya tadi menyaksikan ibu-ibu saling bercerita dengan sangat akrabnya. Apakah hal ini dilakukan juga ketika dirumah, maksud saya, saling berbagi cerita juga dengan putra-putrinya?” mereka lalu saling pandang. Lalu mereka menggelengkan kepala. Reaksi itu membuat aku kecewa. Lalu aku sedikit bertutur tentang penting mendongeng untuk anak. Aku tidak perduli kalau mereka menganggap aku mengguruinya. Yang pasti aku melihat mereka mendengarkanku dengan seksama. Lalu aku merogoh kantong kemejaku dan membagikan lembaran kampanye yang kubuat seukuran kartu nama kepada mereka. Lembaran ini selalu kubawa kemanapun aku pergi. Mereka langsung membaca lembaran yang kuberi judul, “Ayah-Bunda, Mendongenglah untukku”.
Bersamaan dengan aksiku itu, managerku datang dan memintaku untuk segera mempersiapkan diri. Aku melangkahkan kakiku menuju panggung yang disambut dengan lagu balonku ada lima yang didendangkan oleh anak-anak.
Usai lagu Balonku Ada Lima, Pemusikku segera memutar Lagu Opening Dongeng yang sengaja aku buat untuk selalu aku nyanyikan setiap mendongeng dimanapun. Lirik yang sangat sederhana, namun cukup menyapa adik-adik yang akan mendengarkan dongeng dan sedikit pesan pada orang tua untuk selalu mendongeng buat anak-anaknya. Seperti ini liriknya.
Apakabar adik-adik semua,
berjumpa lagi dengan kak awam
sudah siapkah mendengar cerita
yang pasti menarik
Apakabar ayah dan bunda semua
Berjumpa lagi dengan kak awam
Sudah seringkah berbagi cerita
Untuk anak-anakmu.
Saksikanlah kakak dalam beraksi
Bercerita yang penuh dengan gaya
Kakak harap adik-adik semua
Dapat terhibur dan suka cita.
Ambil hikmahnya, dari cerita yang kau dengar 2x
Ambil hikmahnya, jadilah anak yang pintar 2x
Akupun masih teringat akan pengambilan sampling kepada ibu-ibu. Setelah berkomunikasi dengan adik-adik yang siap mendengarkan cerita, aku lalu bertanya lagi dengan lantang. “Ayah dan ibu sekalian, siapa yang sering bercerita untuk putera-putrinya dirumah?” Benar sekali tebakanku. Ternyata dari ratusan ibu-ibu hanya segelintir saja yang tunjuk jari. Akupun manggut-manggut, dan segera tampil mendongeng.
Kebanyakan Ibu-ibu sangat jago bercerita. Saya percaya itu. Kebanyakan mereka sangat pandai mengemas suasana menjadi akrab, ketika berkumpul dengan dengan teman-temannya. Nah, kenapa kemampuan bercerita ini tidak diberikan untuk anak-anaknya dirumah ya?
Memang sih, kata-kata seorang ibu saat membacakan cerita atau mendongeng kepada anak-anaknya tidak mampu mengubah mineral menjadi susu kental manis, tapi akan mampu mengubah perasaan dan pola pikir sang anak. Komunikasi yang dibangun melalui cerita tidak hanya sanggup mengusir rewel dan suasana gundah sang anak, tetapi lebih dari itu, akan mampu membentuk karakter, wawasan dan kosmos secara kreatif.
Semoga ibu-ibu semakin menyadarinya. Amin
4 komentar:
Alo Kak Awam.
Wah, sepertinya saya perlu menyampaikan ke istri saya nih, mengenai pentingnya mendongeng buat anak-anakku. Eh.. tapi aku juga perlu mendongeng juga sih
Assalammualaikum kakak, fitri udah baca blognya seru menurut fitri. Memang benar kata kakak kebanyakan orgtua jarang sekali mendongeng buat anak-anaknya, kalaupun ada yang mendongeng buat anak2nya pasti mrk memilih yang praktis saja seperti membacakan buku2 dongeng d pasaran. Padahal menurut fitri membacakan dongeng2 atau cerita yang punya nilai positif bisa menjadi salah satu cara untuk menghidupkan karakter anak, misalnya dgn menceritakan pengalaman sehari-hari orgtua pada anak tentunya yang positif. So terus mendongeng ya kak jgn lupa tuk mendongeng d aceh mana tau ntar fitri juga bisa ikut serta mendongeng buat adik-adik d aceh...fitri tunggu ya...wassalam
ka awam,
klo ndongeng harus bisa nyanyi y??
suara saya ko g bernada gni gmn..hehe
Posting Komentar