06 Oktober 2007
04 Oktober 2007
Mulailah Mendongeng, Sekarang Juga!
Pengalaman yang masih saya kenang sampai saat ini adalah, ketika anak pertama saya Naufal yang saat itu berusia 7 tahun marah besar dan menangis karena adiknya yang berusia 3 tahun menyobek buku gambarnya. Naufal berteriak-teriak sambil memukul tangan adiknya seraya berkata “Buang saja anak nakal kayak gini”. Sayapun langsung menstater motor dan menggendong naufal untuk saya ajak jalan-jalan mengendarai motor. Bersamaan naufal yang masih terus menangis tersedu diatas motor saya terus berfikir tentang cara yang baik untuk memberikan informasi pada Naufal. Ketika motor melaju perlahan melintas jalan raya, saya melihat anak seusia naufal berjalan sendiri melintasi jalan raya dengan pakaian yang kumal. Sayapun menepi dan menstandarkan motor saya. Saya Dapat Ide!! Mulailah saya beraksi. Sambil telunjuk saya arahkan kepada anak yang melintas tadi saya bertutur, “Kasihan sekali anak itu ya.... Ayah yakin, dahulunya anak itu seperti naufal yang tinggal bersama orang tuanya. Namun karena mungkin ayahnya jahat, anak itu lalu ‘dibuang’ dijalan. Ehm.... lalu dia tidak lagi punya orang tua. Kau lihat, dia menjadi pengemis untuk mencari makan. Yuk kita doakan semoga anak itu bisa ketemu dengan orang tuanya...” saya terus bertutur. Dan di ending cerita, saya berucapap lagi, “Kita buang saja adik biar seperti dia yuk?” Dengan cepat naufalpun menjawab. “Jangan Ayah. Kasihan adik kalau dibuang nanti bisa jadi pengemis”. Tampak dimatanya, Naufal telah memaafkan adiknya.ALasan yang sangat sering saya jumpai ketika saya berdiskusi dengan orang tua di beberapa Taman Kanak-kanak seusai mendongeng adalah bahwa mereka (orang tua) sangat sibuk dengan pekerjaannya. Sayapun berujar, "Ehm... sehebat apakah kita mencari duit selama satu minggu full 24 jam?" Merekapun tersenyum.
Alasan lainnya, mereka belum biasa. "Ah.. kalau yang ini saya bertanya balik. "Kapan Anda akan mulai mencoba? Maka yang terjadi adalah kebiasaan akan timbul dengan sendirinya".
02 Oktober 2007
Dongeng di Yayasan Al-Furqon
Matahari perlahan menuju barat,
Semilir angin laut perlahan menerpa
kepolosan bocah-bocah pantai bermain bola
menunggu tenggelamnya senja.
Mereka menghambur kepelukanku,
Ketika kuberikan hadiah senyuman.
Pagi mereka sudah penat dengan bangku sekolah
Kini saatnya bermain melepas tawanya.
Kurasa hadiah senyumku belum mengobati kerinduannya
Akupun mencoba berbagi cerita bersamanya.
(Mauk, 2 Oktober 2007)
Hari ini saya menemani anak-anak di Yayasan Al-Fuqon, yang terletak di Jalan Sangrila Indah No. 5, Buaran Asem, Tanjung Anom, Kabupaten Tangerang. Mulai pukul 16.30 S/D 17.30 Wong Awam bermain edukasi yang kemudian berlanjut memberikan Dongeng. Lebih kurang 100 anak memenuhi ruangan yang terdiri murid Madrasah Ibtidaiyah dan Raudhatul Athfal (RA).
Tentu saja mereka sangat antusias dengan dongeng yang saya berikan, dan bagi saya merupakan pengalaman tersendiri bisa berbagi cerita dihadapan anak-anak pantai yang ternyata sangat pandai. Hal ini saya buktikan ketika mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan bahasa Inggris dan bahasa arab. Jawaban lantang mengalahkan suara Sound System yang ada. Luar Biasa.
Yayasan AL-FURQON yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah, SMP dan SMU, pada tahun 1998, semula hanya sebuah madrasah kecil yang dikelola secara informal ini didirikan oleh Buety Nasir. Beliau memiliki cita-cita untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi pendidikan.
Keberadaan sekolah yang didirikan Buety Nasir di Kecamatan Mauk ini diarahkan oleh Buety Nasir menjadi sebuah lembaga pendidikan yang peduli dengan kualitas SDM anak-anak kampung. Buety Nasir berharap mereka menjadi anak-anak yang unggul ilmu pengetahuan dan tinggi kualitas religiusnya.
Sosialisasi pendidikan madrasah aktif dilakukan Buety Nasir dan istrinya, Siti Romlah. Buety Nasir berkeyakinan, bahwa metode pendidikan yang cocok dengan karakter Banten adalah pendidikan yang berbasis madrasah.
Pak Buety, Semoga amal usahamu senantiasa dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat serta menjadi contoh berharga untuk kita semua. AMIN.